Wakil Bupati Kulonprogo, Sutedjo, membeberkan bahwa wilayah “kekuasaannya” ini memiliki tingkat penderita gangguan jiwa lumayan tinggi, dan bahkan terus meningkat jumlahnya.
“Masalah gangguan kesehatan jiwa meningkat lumayan tinggi. Kabupaten Kulonprogo memiliki tingkat permasalahan penderita kesehatan Jiwa tertinggi di antara kabupaten dan kota DIY,” ujarnya Selasa ( 29/10).
Daerah Istimewa Yogyakarta mempunyai permasalahan kesehatan jiwa yang cukup signifikan. Berdasarkan Riset Kesehatan Dasar Kementerian Kesehatan tercatat prevalensi gangguan jiwa berat di tahun 2013 mencapai 2,7 per mil nomor satu di Indonesia, di tahun 2018 meningkat menjadi 10 per mil nomor dua di Indonesia, katanya.
Sedang di Kabupaten Kulonprogo di tahun 2013 dan 2018 memiliki prevalensi tertinggi di antara kabupaten dan kota yaitu 4,7 per mil, di tahun 2013 dan meningkat 19,3 per mil di tahun 2018,” terangnya.
Sutedjo menyatakan, ini pentingnya peran para pihak yang terlibat dalam mengawal kebijakan jiwa diharapkan mampu menggerakan kesadaran kolektif terhadap pentingnya kesehatan jiwa dan mendorong produk-produk kesehatan jiwa mulai dari level desa, daerah hingga pusat.
“Dengan adanya Dialog Kebijakan Kesehatan Jiwa dan Perlindungan Sosial untuk Orang dengan Disabilitas Psikososial diharapkan dapat menghasilkan kebijakan kesehatan jiwa di tingkat daerah dengan memberikan dukungan para pihak dalam penanganan orang dengan disabilitas psikososial dan perlindungan sosial dalam peningkatan layanan bagi orang dengan disabilitas psikososial, serta dapat meningkatkan partisipasi publik dalam promosi kesehatan jiwa khususnya di Kabupaten Kulon Progo,” jelas Sutedjo.
Guna mengatasi masalah ini, Rehabilitasi Yayasan Kristen (Yakkum) memprakarsai kegiatan Dialog Kebijakan Kesehatan Jiwa dan Perlindungan Sosial untuk orang dengan Disabilitas Psikososial yang dilakasanakan di Komplek Pemkab Kulonprogo pada Selasa (29/10).
Direktur Pusat Yakkum, Chatarina Sari, mengatakan, Pusat Rehabilitasi Yakkum mencoba melakukan kerjasama dengan berbagai pihak mulai dari Puskesmas, Psikolog, dan Dinas Kesehatan guna mengetahui cara pendampingan bagi orang disabilitas psikososial.
“Dalam program ini, kami berkolaborasi dengan Puskesmas, Psikolog dan Dinas Kesehatan dalam upaya pendampingan orang dengan disabilitas psikososial beserta caregivernya. Sehingga mereka paling tidak paham mengenai bagaimana cara mendampingi, bagaimana cara merujuk dan nantinya mereka dapat hidup mandiri secara sosial dan ekonomi mereka”, ujar Chatarina
Chatarina menambahkan tujuan dari pelayanan melalui program ini ialah upaya untuk meningkatkan kualitas hidup bagi orang disabilitas khusus serta upaya untuk memastikan bahwa pemangku kepentingan dari berbagai sektor dapat memberikan perhatian dan dukungan kepada orang disabilitas khusus.