Kabupaten Kulon Progo, Daerah Istimewa Yogyakarta, segera memasuki masa darurat kekeringan. Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kulon Progo menilai darurat kekeringan itu dilatari makin luasnya wilayah yang terdampak kekeringan dan makin banyaknya warga yang kesulitan air bersih. BPBD melihat, sudah 9 kecamatan yang rutin memerlukan bantuan air bersih dari pemerintah.
Musim kemarau masih akan berlangsung untuk beberapa bulan ke depan, pemerintah pun perlu turun tangan untuk turut menanggulangi kesulitan air bersih yang lebih luas lagi. “Permintaan air bersih masyarakat masih tinggi sementara persediaan air bersih (bantuan pemerintah dan CSR) menipis,” kata Kepala Pelaksana BPBD Kulon Progo, Ariadi di kantornya, Senin (9/9/2019). Kekeringan melanda beberapa wilayah Kulon Progo sejak akhir Mei 2019. Permintaan bantuan air bersih meningkat sejak itu. Jumlah kebutuhan warga semakin tinggi terlebih pada puncak kemarau bulan Agustus lalu. Ariadi mengutip informasi dari BMKG bahwa hujan mulai merata melanda Kulon Progo pada November 2019 mendatang. Oleh karena itu, BPBD meyakini bahwa permintaan warga akan air bersih masih akan terus meningkat. Warga memerlukannya untuk kebutuhan konsumsi hingga mencuci. BPBD mencatat, kekeringan melanda hingga 9 kecamatan di Kulon Progo, mulai dari kecamatan-kecamatan yang berada di daerah Bukit Menoreh, seperti: Kokap, Samigaluh, Girimulyo, Kalibawang, dan Pengasih.
Kesulitan air bersih juga dirasakan warga di dataran rendah, seperti Panjatan, Lendah, bahkan Galur. Dampak kekeringan dirasakan lebih dari 4.000 kepala keluarga atau lebih dari 7.000 jiwa. “Banaran di Kecamatan Galur juga meminta pasokan air,” katanya. Ariadi mengungkapkan, selama ini pemerintah menyalurkan bantuan air bersih melalui Dinas Sosial yang juga menggandeng pihak ke-3. Dinsos mengelola 180 tangki air bersih dari anggarannya dan 140 tangki bantuan dari CSR perusahaan maupun perorangan. Bantuan air bersih itu mulai menipis dan sebentar lagi habis. BPBD pun mengajukan permohonan agar Bupati Kulon Progo segera menerbitkan status Tanggap Darurat Penanganan Bencana Kekeringan untuk mengantisipasi kesulitan warga di hari depan. Status Tanggap Darurat nanti akan berlangsung hingga 31 Oktober 2019. Menurutnya, melalui penetapan status yang dikuatkan lewat surat keputusan, maka pemerintah akan semakin berdaya mengatasi kesulitan air bersih dengan menyediakan pasokan bantuan yang lebih besar.
Ariadi mengatakan, dengan status Tanggap Darurat Kekeringan itu BPBD akan mengelola sekitar 400 tangki bantuan air bersih bagi warga yang memerlukan. Jumlah itu diyakini cukup untuk membantu warga hingga masuk masa musim hujan di November mendatang. “Dengan terbitnya SK Bupati nanti berarti bencana ini harus diatasi semua pihak. Negara mewujudkan bahwa mereka hadir dengan dana, sedangkan semua pihak ikut membantu untuk membuat suasana tenteram,” kata Ariadi. “Masyarakat tidak perlu resah. Kita melanjutkan apa yang sudah dilakukan Dinsos,” katanya.