You must have JavaScript enabled in order to use this theme. Please enable JavaScript and then reload this page in order to continue.
Loading...
Logo Kalurahan KULUR
Kalurahan KULUR

Kap. Temon, Kab. Kulon Progo, Provinsi DI Yogyakarta

Selamat Datang di Website Resmi Pemerintah Kalurahan Kulur Kapanewon Temon Kabupaten Kulon Progo ---------------- Sugeng Rawuh Wonten Ing Website Resmi Pemerintah Kalurahan Kulur Kapanewon Temon Kabupaten Kulon Progo ---------------- Selamat Datang di Website Resmi Pemerintah Kalurahan Kulur Kapanewon Temon Kabupaten Kulon Progo ---------------- Sugeng Rawuh Wonten Ing Website Resmi Pemerintah Kalurahan Kulur Kapanewon Temon Kabupaten Kulon Progo

Berakhir Ricuh, Musyawarah Penentuan Ganti Rugi Lahan untuk Jalur KA di Kaligintung

Admin Kulur 07 November 2019 Dibaca 705 Kali

Temon - PT. Kereta Api Indonesia (KAI) melaksanakan musyawarah penerapan ganti rugi lahan terdampak pembangunan rel kereta api untuk akses ke Yogyakarta International Airport (YIA) di Kecamatan Temon. Musyawarah ini dilaksanakan di Balai Desa Kaligintung pada Rabu (06/11/2019).

Namun belum rampung musyawarah dilaksanakan dan menemui mufakat, kericuhan justru terjadi. Buntutnya, musyawarah ditunda hingga waktu yang belum ditentukan.

Kericuhan ini terjadi ketika Dukuh Siwates, Desa Kaligintung, yang juga warga terdampak pembangunan rel kereta bandara, Ribut Yuwono mengajukan protes saat musyawarah tengah berlangsung.

Menurutnya Tim Pelaksana Pengadaan Tanah Pembangunan Rel Bandara YIA selaku penyelenggara tidak transparan mengenai harga tanah. Warga menghendaki agar proses penghitungan ganti rugi nantinya dilaksanakan secara terbuka dan bisa diakses oleh masyarakat, khususnya warga terdampak.

"Harga tanah pasarannya Rp 2-3 juta per meter, tapi kenapa saat dinilai itu cuman dihargai Rp 1 juta per meter. Kami hanya ingin harga standar," kata Ribut, Rabu (06/11/2019).

Seharusnya, lanjut Ribut, warga terdampak terlebih dahulu diberitahukan soal harga tanah sebelum memutuskan untuk setuju atau tidak mengenai nominal ganti rugi. Namun dalam praktiknya, warga justru harus memutuskan apakah merelakan tanahnya atau tidak, baru kemudian diberitahukan nominal atas asetnya oleh tim appraisal.

"Sebelum memutuskan, bapak ibu sekalian harus mengetahui dulu mengenai dampaknya, berapa harga yang ditentukan, dan sebagainya," sambung Ribut.

Proses pengadaan tanah yang tak didahului dengan sosialisasi juga menjadi sorotan warga. Mengetahui bila aset tanahnya dihargai tak sesuai pasaran, sejumlah warga pun ikut bersuara lantaran merasa sepihak.

Adu mulut antara warga dan perwakilan petugas appraisal pun sempat terjadi. Suasana yang memanas berakhir ketika warga memutuskan untuk meninggalkan tempat musyawarah sambil menuntut musyawarah diadskan kembali sampai tuntutan mereka terpenuhi.

Ali Bahroji (72), warga Pedukuhan Girigondo yang juga salah satu warga terdampak mengatakan aksi walk out dilakukan karena sebagian besar warga tidak sepakat dengan harga yang ditetapkan. Menurutnya hal tersebut merupakan hal yang wajar lantaran tanah warga merupakan mata pencahariannya.

"Ditawarkannya Rp1,3 juta, ya gak wajar, misalkan mau bangun rumah dengan harga segitu belum cukup," ujar Ali.

Hal senada dikatakan Wagimin (54), warga Pedukuhan Kaligintung Kidul. Selain keterbukaan, tim harusnya menjalankan tahapan sesuai prosedur. Sayangnya tim luput melakukan hal itu. Salah satunya yang dilakukan oleh tim appraisal.

"Yang jelas prosedurnya belum dilewati, katanya ada sosialisasi ternyata sampai saat ini tidak ada, tau-tau harga sudah ditetapkan hari ini," ungkapnya.

Sumber

Beri Komentar
Komentar baru terbit setelah disetujui oleh admin
CAPTCHA Image