Kulon Progo - Sebanyak 23.397 penerima Kartu Indonesia Sehat (KIS) dari APBN dinonaktifkan Dinas Sosial Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Dinsos P3A) Kabupaten Kulonprogo. Yakni berdasarkan Surat Keputusan (SK) Kementerian Sosial Nomor 79 Tahun 2019 tentang Bantuan Sosial, ada 13.955 dan SK nonaktif yang ke-2 nomor 109/HUK/2019 sejumlah 9.442.
"Yang dinonaktifkan 4.332 diantaranya memang kosong karena sudah meninggal, pindah, tidak ditemukan dan tidak masuk Basis Data Terpadu (BDT). Dari SK pertama yang dinonaktifkan 13.955, sebanyak 533 diantaranya diaktifkan kembali. Sedangkan dari SK yang kedua yang diaktifkan kembali masih dalam usulan," kata Kepala Dinas Sosial P3A Kabupaten Kulonprogo, Drs Eka Pranyata, Rabu (06/11/2019).
Eka menjelaskan seluruh peserta KIS atau Penerima Bantuan Iuran (PBI) BPJS, datanya menggunakan Jamkesmas yang kemudian diintegrasikan menjadi Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) PBI. Setelah ada BDT, maka bantuan-bantuan dari pemerintah pusat, khususnya dari Kementerian Sosial harus masuk BDT.
"Bila tidak masuk dalam BDT, maka bantuan dianggap tidak tepat. Ketika memberikan bantuan itu harus ada dasar hukumnya. Saat integrasi data Jamkesmas ke JKN PBI, kami sudah diberitahu bahwa masyarakat yang mendapat bantuan harus masuk ke BDT," tandasnya.
Sementara itu terkait kenaikan 100 persen BPJS Kesehatan, Pemkab Kulonprogo menyesuaikan, yaitu dengan meningkatkan anggaran jaminan kesehatan dari Rp 13 miliar menjadi Rp 28 miliar pada 2020. Dampak kebijakan kenaikan premi/iuran BPJS Kesehatan memang sangat terasa dalam penganggaran jaminan kesehatan melalui APBD kabupaten.
“Pada 2019 ini, anggaran kesehatan masyarakat untuk masyarakat Kulonprogo sebesar Rp 13 M hingga Rp14 M yang mampu memberikan jaminan kesehatan bagi masyarakat melalui peserta bantuan iuran BPJS dari APBD kabupaten," ungkap Pelaksana tugas (Plt) Dinas Kesehatan Kulonprogo dr Sri Budi Utami MKes.
Tahun 2020 dianggarkan Rp 28 M sudah termasuk dengan anggaran cadangan bagi masyarakat Kulonprogo, khususnya warga kurang mampu. "Jangan sampai masyarakat miskin tidak mendapat jaminan, meski bisa dimasukkan dalam Jamkesos yang merupakan program Pemda DIY," ujarnya.
Dikatakan, pihaknya masih melakukan validasi penerima PBI BJPS Kesehatan dari anggaran kabupaten sehingga, bantuan tersebut tepat sasaran. Validasi data juga berfungsi untuk acuan pengambilan kebijakan kesehatan masyarakat.
"Selain itu, masih secara intensif melakukan koordinasi dengan Badan Keuangan dan Aset Daerah (BKAD) terkait ketersediaan anggaran. Kenaikan premi BPJS naik signifikan di luar prediksi dan di luar perencanaan anggaran," pungkas Sri Budi.